Penduduk Masayarakat dan Kebudayaan Indonesia
Indonesia
adalah Negara yang memilik penduduk yang sangat padat dengan bukti
menjadi pemegang Guinness World Record atau Rekor Dunia yaitu pulau Jawa
sebagai pulau terpadat yang besarnya hanya 7 % dari seluruh wilayah
Indonesia memiliki penduduk 130 juta jiwa atau sekitar 60% dari seluruh
penduduk Indonesia pada tahun 2008 . Seperti yang kita ketahui penduduk
adalah Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan
kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ .
Misalkan bukti kewarganegaraan,
tetapi memilih tinggal di daerah lain . Seperti layaknya sebuah Negara ,
Indonesia pun tak luput dari pertumbuhan penduduk . Pertumbuhan
penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada
waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya . Pertumbuhan penduduk
Indonesia sebesar 1,49 persen dinilai sudah mengkhawatirkan. Angka ini
naik dari periode sebelumnya, 1990 - 2000 yang mencatat laju pertumbuhan
1,45 persen. Peningkatan laju pertumbuhan dari 1,45 persen menjadi 1,49
persen dalam periode tahun 2000-2010, merupakan laju pertembahan
penduduk yang luar biasa . Dari hasil sensus penduduk 2010, jumlah
penduduk Indonesia mencapai 237,56 juta jiwa. Dengan komposisi laki-laki
119,51 juta dan perempuan 118,05 juta jiwa. Ini menempatkan Indonesia
sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat setelah Cina,
India dan Amerika Serikat .
Dengan data seperti itu, tampaknya pemerintah perlu kembali menengok kebijakan Keluarga Berencana yang dinilai mampu menekan laju pertumbuhan dari 2,32 persen pada tahun 1971-1980 menjadi 1,97 persen pada tahun 1980-1990 . Dalam hal ini Indonesia juga menerapkan sisten Transmigrasi dan Migrasi untuk menyeimbangkan kepadatan penduduk suatu daerah . Transmigrasi dan Migrasi sendiri adalah Mobilitas Penduduk yang artinya adalah pegerakan penduduk . Tujuan resmi program ini adalah untuk mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di pulau Jawa, memberikan kesempatan bagi orang yang mau bekerja, dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya di pulau-pulau lain seperti Papua, Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi. Kritik mengatakan bahwa pemerintah Indonesia berupaya memanfaatkan para transmigran untuk menggantikan populasi lokal, dan untuk melemahkan gerakan separatis lokal. Program ini beberapa kali menyebabkan persengketaan dan percekcokan, termasuk juga bentrokan antara pendatang dan penduduk asli setempat.
Seiring
dengan perubahan lingkungan strategis di Indonesia, transmigrasi
dilaksanakan dengan paradigma baru sebagai berikut: 1. Mendukung
ketahanan pangan dan penyediaan papan 2. Mendukung kebijakan energi
alternatip (bio-fuel) 3. Mendukung pemerataan investasi ke seluruh
wilayah Indonesia 4. Mendukung ketahanan nasional pulau terluar dan
wilayah perbatasan 5. Menyumbang bagi penyelesaian masalah pengangguran
dan kemiskinan
Transmigrasi
tidak lagi merupakan program pemindahan penduduk, melainkan upaya untuk
pengembangan wilayah. Metodenya tidak lagi bersifat sentralistik dan
top down dari Jakarta, melainkan berdasarkan Kerjasama Antar Daerah
pengirim transmigran dengan daerah tujuan transmigrasi. Penduduk
setempat semakin diberi kesempatan besar untuk menjadi transmigran
penduduk setempat (TPS), proporsinya hingga mencapai 50:50 dengan
transmigran Penduduk Asal (TPA).
Dasar
hukum yang digunakan untuk program ini adalah Undang-Undang Republik
Indonesia]] Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian (sebelumnya UU
Nomor 3 Tahun 1972)dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi (Sebelumnya PP Nomor 42
Tahun 1973), ditambah beberapa Keppres dan Inpres pendukung.
menurut
data BPS bulan Agustus 2010, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur
berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada Triwulan II-2010
mencapai 2,8 persen dibanding Triwulan I-2010 (qoq) dan apabila
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2009 mengalami pertumbuhan
6,2 persen (yoy). Sehingga seharusnya penduduk Indonesia bertambah
sejahtera bila dilihat dari sudut pandang PDB. Data ini diperkuat dengan
kenaikan penjualan kendaraan roda empat sebesar 76.1%, sementara
kendaraan roda dua 41.3%.
Namun bila memasukkan faktor lain seperti ketimpangan, harapan hidup, mortalitas, keadaan lingkungan maka Indonesia dapat dikatakan belum sejahtera. Bagaimana bisa sejahtera apabila pertumbuhan hanya terjadi di pusat kota (Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, Makasar, dan kota besar lainnya), sedangkan di daerah pertumbuhan hanya dipicu oleh proyek pemerintah yang tidak signifikan apalagi bagi daerah yang miskin sumber daya alam. Gambaran tersebut diperkuat oleh data BPS perihal lamanya jam kerja di Indonesia, jumlah jam kerja pada Februari 2010, sebanyak 74,60 juta orang (69,46 persen) bekerja diatas 35 jam perminggu, sedangkan pekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 8 jam hanya sekitar 1,48 juta orang (1,38 persen).
Faktor lain yang perlu diperhatikan untuk dapat sejahtera yaitu biaya hidup. Survei mengenai besaran biaya hidup di Indonesia sangat tergantung dari inflasi di daerah tersebut, letak wilayah, ketersediaan barang dan jasa. Secara umum biaya hidup semakin ke timur semakin mahal, kecuali kondisi di beberapa kota besar yang memang dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Contohnya Jayapura, Dumai, Batam, Balikpapan, Jakarta, sedangkan kota dengan biaya hidup terendah antara lain Yogjakarta, Cilegon, Bandar Lampung, dan Mataram (Mercer, 2005). Di lain pihak, usia harapan hidup penduduk Indonesia dua tertinggi dipegang oleh Jakarta dan Yogyakarta dengan usia 74 tahun pada tahun 2005-2010 dan 74,7 pada tahun 2010-2015 (Data Statistik Indonesia).
Hal ini belum menghitung berapa social cost yang harus dihabiskan untuk hidup di kota besar seperti Jakarta, seperti biaya transportasi, waktu yang dihabiskan untuk bermacet ria terutama bila hujan tiba, kualitas hidup serta hal-hal kecil lainnya. Tidak heran apabila variabel tersebut dimasukkan dalam penilaian tingkat kesejahteraan di negara berkembang, maka total nilai akhir akan berkurang sebesar 40%. Jadi sudah sejahterakah kita? Seharusnya pemerintah memperhatikan kesejahteraan rakyatnya sehingga akan berdampak pada makmurnya suatu Negara .
Namun bila memasukkan faktor lain seperti ketimpangan, harapan hidup, mortalitas, keadaan lingkungan maka Indonesia dapat dikatakan belum sejahtera. Bagaimana bisa sejahtera apabila pertumbuhan hanya terjadi di pusat kota (Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, Makasar, dan kota besar lainnya), sedangkan di daerah pertumbuhan hanya dipicu oleh proyek pemerintah yang tidak signifikan apalagi bagi daerah yang miskin sumber daya alam. Gambaran tersebut diperkuat oleh data BPS perihal lamanya jam kerja di Indonesia, jumlah jam kerja pada Februari 2010, sebanyak 74,60 juta orang (69,46 persen) bekerja diatas 35 jam perminggu, sedangkan pekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 8 jam hanya sekitar 1,48 juta orang (1,38 persen).
Faktor lain yang perlu diperhatikan untuk dapat sejahtera yaitu biaya hidup. Survei mengenai besaran biaya hidup di Indonesia sangat tergantung dari inflasi di daerah tersebut, letak wilayah, ketersediaan barang dan jasa. Secara umum biaya hidup semakin ke timur semakin mahal, kecuali kondisi di beberapa kota besar yang memang dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Contohnya Jayapura, Dumai, Batam, Balikpapan, Jakarta, sedangkan kota dengan biaya hidup terendah antara lain Yogjakarta, Cilegon, Bandar Lampung, dan Mataram (Mercer, 2005). Di lain pihak, usia harapan hidup penduduk Indonesia dua tertinggi dipegang oleh Jakarta dan Yogyakarta dengan usia 74 tahun pada tahun 2005-2010 dan 74,7 pada tahun 2010-2015 (Data Statistik Indonesia).
Hal ini belum menghitung berapa social cost yang harus dihabiskan untuk hidup di kota besar seperti Jakarta, seperti biaya transportasi, waktu yang dihabiskan untuk bermacet ria terutama bila hujan tiba, kualitas hidup serta hal-hal kecil lainnya. Tidak heran apabila variabel tersebut dimasukkan dalam penilaian tingkat kesejahteraan di negara berkembang, maka total nilai akhir akan berkurang sebesar 40%. Jadi sudah sejahterakah kita? Seharusnya pemerintah memperhatikan kesejahteraan rakyatnya sehingga akan berdampak pada makmurnya suatu Negara .
Menoleh
kepada Tingkat Pertumbuhan Penduduk Indonesia . Setiap hari rata-rata
lahir 10.000 lebih bayi di Indonesia atau setiap tahun pertambahan
penduduk di Indonesia sama dengan total penduduk Singapura, kata para
pakar kependudukan . Pertambahan penduduk saat ini sekitar 1,3%, masih jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ideal untuk Indonesia 0,5%.
Berdasarkan
hasil sementara Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia
tercatat 237 juta jiwa. Meski hasil akhir Sensus Penduduk baru akan
diumumkan dalam pidato kenegaraan presiden Agustus mendatang, jelas
jumlah penduduk telah melampaui proyeksi semula sebesar 233 juta jiwa .
Indikasi ledakan penduduk mulai bisa dirasakan dan akan semakin jelas
setelah muncul data akhir jumlah penduduk hasil Sensus.
Kerangka
berpikirnya adalah pada awal pembangunan suatu masyarakat memiliki angka
pertumbuhan penduduk yang rendah karena angka kelahiran dan kematian
yang tinggi. Banyak bayi yang lahir, tetapi juga banyak orang yang
meninggal karena berbagai sebab.
Ketika teknologi kedokteran dan fasilitas kesehatan meningkat, angka kematian pun turun dengan cepat. Kalau turunnya angka kematian ini tidak disertai dengan penurunan angka kelahiran, terjadilah ”peledakan penduduk”.
Jumlah yang lahir jauh lebih banyak dari yang meninggal. Akibatnya, angka pertumbuhan penduduk meningkat dengan cepat. Peledakan penduduk ini dapat mengacaukan pembangunan ekonomi dan mengganggu kesejahteraan keluarga.
Pendapatan masih rendah, sementara banyak anak yang harus diurus. Kualitas anak tidak terjamin sehingga sulit keluar dari perangkap kemiskinan. Di Indonesia, angka pertumbuhan penduduk tahunan tertinggi mencapai 2,34 persen pada periode 1971-1980.
Program Keluarga Berencana (KB) berhasil menekan angka pertumbuhan penduduk tahunan menjadi 1,97 persen pada periode 1980-1990.
Secara absolut, tambahan jumlah penduduk mulai turun dari 31,7 juta pada 1980-1990 menjadi 26,5 juta pada periode 1990-2000. Kalaupun penduduk Timor Timur diperhitungkan pada sensus 2000, kenaikan pada periode 1999-2000 pun hanya sekira 27,5 juta, masih lebih rendah daripada kenaikan 1980-1990.
Ketika teknologi kedokteran dan fasilitas kesehatan meningkat, angka kematian pun turun dengan cepat. Kalau turunnya angka kematian ini tidak disertai dengan penurunan angka kelahiran, terjadilah ”peledakan penduduk”.
Jumlah yang lahir jauh lebih banyak dari yang meninggal. Akibatnya, angka pertumbuhan penduduk meningkat dengan cepat. Peledakan penduduk ini dapat mengacaukan pembangunan ekonomi dan mengganggu kesejahteraan keluarga.
Pendapatan masih rendah, sementara banyak anak yang harus diurus. Kualitas anak tidak terjamin sehingga sulit keluar dari perangkap kemiskinan. Di Indonesia, angka pertumbuhan penduduk tahunan tertinggi mencapai 2,34 persen pada periode 1971-1980.
Program Keluarga Berencana (KB) berhasil menekan angka pertumbuhan penduduk tahunan menjadi 1,97 persen pada periode 1980-1990.
Secara absolut, tambahan jumlah penduduk mulai turun dari 31,7 juta pada 1980-1990 menjadi 26,5 juta pada periode 1990-2000. Kalaupun penduduk Timor Timur diperhitungkan pada sensus 2000, kenaikan pada periode 1999-2000 pun hanya sekira 27,5 juta, masih lebih rendah daripada kenaikan 1980-1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar